Sejarah PGRI

Sejarah Singkat PGRI

Mata kuliah ke-PGRI-an sangat penting dalam dunia pendidikan khususnya bagi mahasiswa yang mempelajari kependidikan PGRI yang mau tidak mau kita akan menyandang profesi sebagai seorang guru. Dengan mempelajari mata kuliah ke-PGRI-an kita dapat memahami dan menguasai persoalan ke-PGRI-an, hal itu bukan hanya tertuju kepada guru saja melainkan juga tertuju kepada calon guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Sejarah PGRI mempunyai arti tersendiri dalam perjuangan bangsa ini menuju kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang komit dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sejarah PGRI di Indonesia tidak terlepas dari proses pendidikan yang berjalan sejak dahulu kala atau masa pra-sejarah.
Menghadapi zaman yang kini semakin canggih, diharapkan dengan adanya mata kuliah ke-PGRI-an guru, calon guru, dan tenaga kependidikan lainnya memiliki kesamaan sikap untuk merespon dan menangani hal-hal yang tidak di inginkan, khususnya dalam dunia pendidikan.

A.    Sejarah PGRI pada masa Pra Kemerdekaan
1.      Masa kerajaan
Menurut para ahli sejarah, tujuan pendidikan pada masa kerajaan Hindu dipengaruhi oleh kepercayaan Politheisme yaitu percaya kepada dewa-dewa, seperti Dewa Surya (yang menguasai matahari), DewanYama ( yang menguasai laut), Dewa Agni (yang menguasai Api), dsb.
Agama Hindu mengajarkan Hukum Karma, yaitu tiap-tiap kebaikan akan berakibat baik dan tiap-tiap kejahatan akan berakibat pula kejahatan. Sedangkan ajaran Buddha mempengaruhi tujuan pendidikan yaitu berdasarkan ajaran Sidharta Gautama. Mengajarkan bahwa setiap manusia di didik menjadi manusia sempurna agar dapat masuk nirwana atau surga. Para guru dianggap sakti dan dihormati.
Pada masa kerajaan yang dipengaruhi agama Islam adalah berorientasi kepada proses pembentukan akhlakul karimah (berakhlak mulia). Dalam pendidikan di pesantren para santri di didik untuk tidak menjadi pegawai, mereka memilih bekerja bebas dan beramal.
2.      Masa penjajahan Belanda
Sejarah organisasi perjuangan guru pada zaman Belanda dimulai pada tahun 1912 dengan berdirinya (PGHB) yang diketuai oleh karto soebroto. Organisasi ini bersifat unitaristik yang artinya tidak membeda-bedakan. Namun hal itu dapat memicu pecahnya PGHB karena hilangnya rasa kesatuan diantara mereka.
Pada tahun 1932, nama PGHB diganti dengan PGI (Persatuan Guru Indonesia). Penggantian nama “Hindia Belanda” dengan “Indonesia”. Nama organisasi ini mengejutkan Belanda, karena nama Indonesia termasuk istilah yang paling tak disenagi oleh penjajah Belanda, tetapi paling dirindukan dan diidam-idamkan setiap putera Indonesia, termasuk para guru.
3.      Masa penjajahan Jepang
Bagi Jepang, guru dipandang sebagai orang yang sangat dihormati. Sang guru mendapat kehormatan dengan julukan Sensei, yang mempunyai kedudukan sosial yang sangat dihormati. Namun dibalik penghargaan yang di dapat para guru tersebut, mereka juga mengalami penderitaan yang sangat mendalam. Para guru juga merasakan bagaimana sulitnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan kemerdekaan Indonesia.
 Karena pendidikan di Indonesia semakin ditekan dan organisasi-organisasi masyarakat ditekan untuk tidak beraksi. Namun, semangat rakyat bertambah bergelora untuk untuk merdeka, sehingga menjalar keseluruh pelosok desa untuk bebas dari penjajahan. Jepang pun kewalahan dan segara memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
B.     Sejarah PGRI pada masa pasca kemerdekaan
1.      Awal masa kemerdekaan
(a)    Kongres PGRI I, 24-25 November 1945
Dari kongres itu, lahirlah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wahana persatuan dan kesatuan segenap guru diseluruh Indonesia. Diantara pendiri PGRI adalah Rh. Koesnan, Amin Singgih, Ali Marsaban, Djajeng Soegianto, Soemidi Adisasmito, Abdullah Noerbambang, dan Soetono.
Melalui kongres ini, segala perbedaan yang menimbulkan perpecahan sepakat dihapuskan. Mereka serentak bersatu mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan: (1) mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia. (2) mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar kerakyatan. (3) membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.
Asas yang tercantum dalam anggaran dasar pendirian PGRI adalah “kedaulatan rakyat”. Sesuai dengan prioritas perjuangan pada kurun waktu 1945-1949 yang difokuskan kepada perjuangan fisik bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan, guru/pendidik bangsa yang menjadi warga PGRI  ikut serta dalam melawan penjajah tak terkecuali para wanita.
(b)   Kongres II PGRI di Surakarta, 21-23 November 1946
Melalui kongres ini, PGRI mengajukan tuntutan kepada pemerintah, yaitu: (1) sistem pendidikan selekasnya didasarkan pada kepentingan nasional. (2) gaji guru supaya tidak dihentikan. (3) diadakan undang-undang pokok pendidikan dan undang-undang pokok perburuhan.
(c)    Kongres III PGRI di Madiun, 27-29 Februari 1948
Kongres ini memutuskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas organisasi, ditempuh jalan dengan memekarkan cabang-cabang yang tadinya setiap keresidenan memiliki satu cabang menjadi cabang-cabang yang lebih kecil, tetapi dengan jumlah anggota sedikitnya 100 orang.
Hal ini untuk membantu tugas-tugas pengurus besar dalam memimpin dan mengkoordinasikan cabang-cabang, dibentuklah komisariat daerah pada setiap keresidenan/provinsi dan merupakan pengurus pleno.
Dalam beberapa tahun saja, banyak cita-cita PGRI tersebut yang telah tercapai, baik dibidang pendidikan maupun dibidang perburuhan.
2.      Masa demokrasi liberal
(a)    Kongres IV PGRI di Yogyakarta, 26-28 Februari 1950
Pada kongres ini, dalam pidatonya. pejabat RI Ass’at menganjurkan untuk mempertahankan nama, bentuk, maksud, tujuan, dan cita-cita PGRI sebagaimana tercantum dalam AD/ART organisasi ini.
Saat itu, ada pandangan didalam PB PGRI bahwa selayaknya PGRI sebagai suatu serikat sekerja, bergabung kedalam SOBSI (Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Namun terlihat tanda-tanda bahwa akan merugikan PGRI, karena SOBSI lebih condong pda PKI. Akhirnya tanggal 20 September 1948, PGRI mengundurkan diri.
Periode 1957-1959 untuk lebih meningkatkan daya juang organisasi, maka untuk pertama kalinya diadakan kursus kader dengan ketentuan setiap 15 cabang mengirimkan seorang kader dan minimal tiap komisariat daerah.
3.      Masa demokrasi terpimpin
Politik adu domba dilanjutkan kembali pada kongres X di Gelora Bung Karno Jakarta, tahun 1962. Soebandi dkk. melancarkan usaha keji dengan mengedarkan selebaran untuk memfitnah M.E. Subiadinata dengan menyatakan bahwa ia anti Manipol dan lain sebagainya.
(a)    Lahirnya PGRI Non Vaksentral/PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Pertama karena salah dalam memilih ketua umum PB PGRI, yang kedua karena kekurangan dana, dan yang ketiga masalah dukungan yang mengakibatkan pro dan kontra, sehingga terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dari periode-periode sebelumnya.
(b)   PGRI pasca peristiwa G30 S/PKI
Bagi PGR, periode tahun 1966-1972 merupakan masa perjuangan untuk turut menegakkan Orde Baru, masa konsolidasi dan penataan kembali organisasi, serta masa meneruskan dan menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola pembangunan nasional yang baru.
PGRI melaksanakan kerjasama dengan berbagai organisasi buruh. Hal itu bukan persatuan yang terjalin melainkan sebaliknya. PGRI turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dalam bentuk Rapat Kerja Sama (RKS). Perjalanan PGRI dipengaruhi oleh berbagai kepentingan golongan politik dan luar. Hal ini memang tidak dapat dihindarkan dan sangat menyulitkan kedudukan PGRI.
(c)    Usaha PGRI melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
Situasi masyarakat benar-benar berbeda. Segenap kegiatan masyarakat, termasuk kebijaksanaan pemerintah, didasarkan keyakinan bahwa “politik adalah panglima”. Sehingga jurang perpecahan dalam masyarakat makin menganga.
Politik Nasakom (Nasional Agama Komunis) yang oleh PKI dijadikan sarana untuk memperkuat dominasi politiknya. Akan tetapi, kekuatan golongan Pancasialis di PGRI masih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Ketika PKI sudah tak mampu lagi melakukan taktik-taktik penyusupan terhadap PGRI, mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang-terangan untuk memisahkan diri dari PGRI. Akibatnya muncullah PGRI NV yang menimbulkan pergolakan hebat.
4.      Masa Orde Baru
(a)    Kesatuan Aksi Guru Indonesia
KAGI merupakan wahana untuk menyatukan semua organisasi guru yang tadinya terkotak-kotak sebagai produk politik Orde Lama. Tujuan utamanya ialah (1) membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur-unsur PKI dan Orde Lama yaitu PGRI vaksentral/OKI, Serikat Sekerja Pendidikan dan PGTI (Persatuan Guru Teknik Indonesia), (2) menyatukan semua guru didalam satu wadah organisasi guru, yaitu PGRI, (3) memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak hanya bersifat unitaristik, tetapi juga independen dan non-partai politik.
(b)   Konsolidasi organisasi pada awal Orde Baru
Konsolidasi organisasi PGRI dilakukan ke daerah-daerah dan cabang-cabang dengan memperiotas ke daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari zaman Orde Lama ketika politik menjadi panglima, banyak guru dan pengurus PGRI harus memilih dan berlindung dibawah partai-partai politik yang berkuasa pada saat itu.
5.      Masa reformasi
Era reformasi merupakan suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai perubahan untuk membentuk suatu keseluruhan tatanan baru yang lebih baik guna mencapai tujuan. (Musaheri, 2007: 52-66)
Kecenderunga PGRI mengalami perubahan sebagai organisasi yang harus mampu beradaptasi dan mewujudkan dirinya sebagai the learning organization.
C.    Peran PGRI dalam dunia pendidikan
Dalam persepsi sosial pendidikan, masyarakat berfungsi sebagai penerus budaya dari generasi ke generasi selanjutnya secara dinamis sesuai situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat melalui pendidikan dan interaksi sosial, hal itu dapat dicapai melalui pendekatan-pendekatan dan juga komunikasi mengenai teori-teori dalam pendidikan.(Zainuddin, 2008: 76-91)
Untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru perlu berusaha untuk tetap mengembangkan diri mereka sendiri. Guru yang baik harus beradaptasi terhadap perubahan. Seorang guru yang mengerti sifat dinamis profesi ini akan terus berkembang dan bertumbuh secara profesional. Karena seorang guru tidak cukup hanya menjadi penyemangat bagi murid-muridnya. (Frank Sennet, 2003: 54-66)
Sehingga dengan demikian PGRI lebih mudah untuk melahirkan kader pendidikan dari kemampuan secara intelektual maupun kemampuan-kemampuan yang lain yang mampu menambah kecakapan guru.  Sebab dengan demikian, PGRI akan mampu membantu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.
Hal ini merupakan tugas penting PGRI sebagai organisasi guru dalam menyiapkan guru yang betul-betul mampu menjadi tumpuan dalam proses belajar. Sebab masih diyakini bahwa proses pendidikan sangat ditentukan oleh keberadaan guru.


DAFTAR PUSTAKA
https:// agung0012.wordpress.com/2016/05/26/sejarah-pgri-sebelum-kemerdekaan/
http://novierista94.blogspot.co.id/2016/10/sejarah-pgri-matakuliah-kepgrian.html?m=1
http://anitadiahmawarni.blogspot.co.id/2013/07/peran-pgri-dalam-meningkatkan-mutu.html
Musaheri,2007.ke-PGRI-an, Banguntapan Jogjakarta: DIVA Press
Zainuddin, 2008. Reformasi Pendidikan, Celeban Timur Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sennett, Frank, 2003. Guru Teladan Tahun Ini, Ciracas Jakarta: Erlangga


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar